Sunday 20 September 2020

Relevan tidaknya Sertifikasi Da'i itu berbanding lurus dengan alasan dan tujuan di baliknya

 

Jikalau alasannya objektif dan proporsional, dan tujuannya untuk kemashlahatan universal; bukan parsial, serta untuk kepentingan bersama; bukan kelompok/pihak tertentu, maka kemungkinan besar wacana sertifikasi tersebut dapat diterima oleh mayoritas umat Islam.

Tetapi sebaliknya apabila alasannya itu subjektif dan tidak proporsioanl, yaitu dengan memandang sebelah mata sebagian aktifitas dakwah dikategorikan gerakan radikal dan intoleran sebagai benih dari terorisme. Lalu tujuan sertifikasi itu untuk meredam dan meluruskan beberapa gerakan dakwah yang dianggap intoleran dan radikal tersebut. Maka yang muncul adalah penolakan dari berbagai kalangan.

Penolakan tersebut sangatlah wajar, karena beberapa hal, diantaranya:

1. Belum adanya kesepakatan dari berbagai pihak dan kalangan terkait subtansi dari makna dan esensi term "radikal", "intoleran", dan "terorisme" yang diambil dari "dunia barat" tersebut.

2. Terlalu kentaranya tendensi penggunaan term-term tersebut dikaitkan dengan gerakan-gerakan dakwah tertentu, bahkan yang terbaru condong diidentikan dengan seorang muslim yang good looking, hafidz qur'an dan rajin ke masjid.

3. Adanya perbedaan persepsi terhadap relevansi cakupan ruang lingkup dakwah di negara kita, khususnya di masa sekarang. Dimana sebagian hanya mencukupkan dakwah hanya sebatas "yad'uuna ilal khoir" (mengajak kepada kebajikan) saja, tetapi sebagian lainnya melengkapinya juga dengan "amar ma'ruf nahyi munkar" (menyuruh berbuat kebaikan dan mencegah kemunkaran) (lihat: QS. Ali Imran: 104). Akibatnya, tak jarang muncul stigma negatif terhadap pihak yang berdakwah 'amar ma' ruf nahyi munkar". Sehingga term-term "intoleran" pun disematkan kepada mereka.

Disamping itu, ada juga permasalahan-permasalahan lainnya dari sisi efektifitas sertifikasi da'i tersebut secara umum, diantaranya:

1. Adanya perbedaan pendapat para ulama terkait kewajiban berdakwah, antara fardu 'ain atau kifayah. Hal ini berpengaruh pada efektif tidaknya sertifikasi tsb, karena jikalau sertifikasi mengacu pada pendapat fardu' ain, maka itu tidak mungkin bisa dilakukan. Sedangkan apabila mengacu pada fardu kifayah, maka yang berpendapat pertama tentu tidak akan setuju.

2. Perbedaan pandangan terkait siapa/pihak mana sebenarnya yang paling pas mensertifikasi da'i. Jikalau diserahkan pada pihak yang tidak pas, maka sertifikasi tersebut tidak akan efektif, justru akan memunculkan permasalahan baru.

Oleh karenanya, selama alasan dan tujuan sertifikasi da'i itu masih gamang, bahkan cendrung sebagaiaman yang diutarakan di atas, serta permasalah-permasalah umum terkait efektifitas sertifikasi tsb belum tuntas di musyawarahkan, maka menurut hemat kami alangkah baiknya untuk diurungkan dahulu. Karena jikalau dipaksakan akan memunculkan permasalahan-permaslahan baru di tubuh umat ini yang bukannya memperkuat persatuan, justru memperkeruh dan mengkotak-kotakannya secara subjektif. Kalau sudah seperti itu, maka akan lebih banyak madharatnya daripada mashlahatnya...

No comments:

Post a Comment