Thursday 20 September 2018

Cara Pandang dan Sikap Kita Terhadap Bencana Alam

(www.kompasiana.com)


Oleh: Nabil Abdurahman*

Khutbah I

إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونتوب إليه، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله لا نبيّ بعده، فبلغ الرسالة وأدى الأمانة ونصح الأمة وجاهد في الله حق جهاده حتى أتاه اليقين وترك أمتَه على المحجَّة البيضاء ليلُها كنهارها لا يزيغ عنها إلا هالك، اللهم صل وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين ومن تبعهم بإحسان الى يوم الدين.
أما بعد: فيا عباد الله أوصيكم ونفسي بتقوى الله فقد فاز المتقون. وقال الله تعالى في القرآن الكريم بعد أعوذ بالله من الشيطان الرجيم : {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ} (ال عمران : 102

Pembukaan

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah…
Saya selaku khatib berwasiat: Marilah kita bersama-sama saling mengingatkan dan menasehati akan pentingnya meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt. Karena sesungguhnya keimanan dan ketaqwaan itu merupakan kunci menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat. Yaitu dengan cara imtitsalu awamirillah waj tinabun nawahi dan di topang dengan:

الخوف من الجليل والعمل بالتنزيل والرضا بالقليل والاستعداد ليوم الرحيل

“Takut kepada Allah yang Mahaagung), (mengamalkan al Qur’an dan al Sunnah), (ridla atas pembagian rizki yang sedikit), dan (mempersiapkan diri untuk perjalanan di akhriat)”

Data-data bencana

Hadirin sidang jum’at Rahimakumullah…
Ababila kita menundukan kepala sejenak, merenungkan apa yang terjadi pada negara kita, maka kita dapati bahwa ngri kita kita tercinta ini seolah-olah tidak pernah berhenti dari berbagai macam bencana, besar maupum kecil, dimana bencana demi bencana datang silih berganti, terkadang berupa:

1. Banjir: Jakarta, Boyolali (Jateng), Demak (Jateng), Bungo (Jambi), Banjar (Kalsel), Cijengkol (Banten), Bekasi (Jabar), di menado, kemudian terakhir banjir bandang di lampung. 
2. Tanah Longsor: Lebak (Banten), Sukabumi (Jabar)
3. Puting Beliung: Pringsewu (Lampung), Boyolali (Jateng), Karawang (Jabar)
4. Tanggul jebol: Depok (Jabar)
5. Erupsi: Gunung Sinabung, Karo (Sumut), gunung kelud di Malang
6. Kebakaran hutan yang menimbulkan kabut asap: Riau

Pendek kata, seolah-olah tiada hari tanpa bencana. Yang kesemuanya menelan korban jiwa yang cukup banyak, menyebabkan ribuan orang harus mengungsi dan menimbukan kerugian yang mencapai triliyunan rupiah.

Disamping itu, dalam sekala kecil, kita di sini juga sedang mengalami bencana, yaitu diantaranya berupa jalan yang mengalamai kerusakan yang cukup parah, mungkin juga diantara keluarga kita ada yang mengalami berbagai macam bencana.

Terlepas dari semua itu, tentunya kita patut bersyukur karena bencana yang menimpa kita, keluarga kita pada saat ini, tidaklah separah bencana-bencana yang menimpa saudara-saudara kita tersebut. Maka dari itu, sepatutnyalah kita ikut prihatin atas bencana yang menimpa mereka tersebut.
Oleh karena itu pada kesempatan ini, khatib akan membahas seputar: Cara Pandang dan Sikap Kita Terhadap Bencana Alam

Sidang Jum’at Rahimakumullah…
Kita sebagai umat islam hendaknya merenungkan tuntunan Islam dalam memandang dan menyikapi berbagai bencana alam tersebut, sehingga kita menjadikannya sebagai musibah yang harus dipandang dan disikapi dengan benar, sehingga bisa dipetik hikmahnya demi kebaikan dan perbaikan ke depan.

A. Cara pandang umat terdahulu terhadap berbagai bencana

Kenapa demikian? Karena kalau kita mentadabburi ayat-ayat Al-Qura’an yang terkait bencana alam atau mushibah yang menimpa berbagai umat sebelum kita, sejak zaman nabi Nuh, Ibrahim, Luth, Syu’aib, Sholeh, Musa dan sebagainya, kita akan menemukan dua cara pandang manusia terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi di atas bumi ini:

Pertama, cara pandangnya orang-orang yang ingkar kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Juga orang-orang yang menyombongkan diri di hadapan Allah swt dan tidak mau mengenal ajaran-Nya yang dibawa oleh Rasul-rasul-Nya. Termasuk juga didalamnya adalah paranormal-paranormal dan pengikut-pengikutnya, juga orang-orang sekuler yang tidak mau melihat kaitan antara Tuhan dengan hamba, antara agama dengan kehidupan dan antara dunia dan akhirat.

Mereka itu semua adalah manusia yang tidak pernah mau dan tidak mampu menjadikan berbagai peristiwa alam tersebut sebagai pelajaran dan sebagai bukti kekuasaan dan kebesaran Allah swt. Mereka bukannya mengoreksi diri dan kembali kepada Allah, melaikan semakin memperlihatkan kesombongan dan pembangkangan mereka di hadapan Allah dan Rasul-Nya. Hal ini seperti dijelaskan oleh Allah swt didalam Al-Qur’an, diantaranya dalam surat Ghafir [40] : 21-22

أَوَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَيَنْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ كَانُوا مِنْ قَبْلِهِمْ كَانُوا هُمْ أَشَدَّ مِنْهُمْ قُوَّةً وَآَثَارًا فِي الْأَرْضِ فَأَخَذَهُمُ اللَّهُ بِذُنُوبِهِمْ وَمَا كَانَ لَهُمْ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَاقٍ (21) ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانَتْ تَأْتِيهِمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَكَفَرُوا فَأَخَذَهُمُ اللَّهُ إِنَّهُ قَوِيٌّ شَدِيدُ الْعِقَابِ (22 

Artinya: "Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi, lalu memperhatikan betapa kesudahan orang-orang yang sebelum mereka. Mereka itu adalah lebih hebat kekuatannya daripada mereka dan (lebih banyak) bekas-bekas mereka di muka bumi maka Allah mengazab mereka disebabkan dosa-dosa mereka. Dan mereka tidak mempunyai seorang pelindung dari azab Allah" (21) Yang demikian itu adalah karena telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata lalu mereka kafir; maka Allah mengazab mereka. Sesungguhnya Dia Maha Kuat lagi Maha Keras hukuman-Nya (22)”.

Kedua, cara pandangnya orang-orang yang beriman kepada Allah dan para Rasul-Nya. Mereka ini adalah orang-orang memandang bahwa bahwa apa saja bencana alam yang terjadi pada mereka itu adalah mushibah yang harus dikembalikan semuanya kepada Allah, dalam artian itu semuanya adalah kehendak dan kekusaan Allah. Maka mereka hadapi dengan hati yang penuh iman, tawakakal, sabar dan tabah.

Selain itu, mereka juga memandangnya sebagai sebuah ujian untuk menguji kualitas keimanan dan kesabaran mereka, atau sebagai teguran Allah atas kelalaian dan dosa yang mereka lakukan. Sehingga mushibah-mushibah tersebut dijadikan oleh mereka sebagai momentum terbaik untuk bermuhasabah, mengoreksi diri dan bertaubat agar lebih dekat kepada Allah dan ajaran Rasul-Nya.

Mereka itulah orang-orang yang sukses dalam beriteraski dengan alam dan dalam menghadapi berbagai ujian dan cobaan semasa hidup di dunia dan selamat di akhirat kelak, karena mereka mendapat keberkatan yang sempurna, rahmat dan petunjuk dari Allah swt. Hal ini sebagaimana dijelaskan di dalam QS. Al-Baqoroh [2]: 155 – 157:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ(155)  الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (156) أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ (15

Artinya: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.(155) (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun (seusngguhnya kami milik Allah dan sesunnguhnya kami sedang menuju kemabali kepada-Nya) (156) Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk” (157).

B. Cara pandang agama kita terhadap berbagai musibah

Hadirin Rahimakumullah..
Oleh karena itu kita sebagai umat beragama yang beriman kepada Allah, dalam memandang berbagai bencana dan musibah itu tidak cukup hanya membenarkan hasil analisis ilmu pengetahuan saja, seperti pernyataan bahwa gunung meletus, gempa bumi, banjir dan sebagainya di Indonesia itu “wajar” alias “fenomena alam biasa”. Karena di wilayah Indonesia ini banyak terdapat gunung berapi (deretan sirkum pasifik) yang menyebabkan terjadinya gempa vulkanik, atau karena terjadinya pergeseran lempeng bumi (yaitu lempeng Indo-Australi dan Indo-Eurasia) yang menyebabkan terjadinya gempa tektonik yang dahsyat itu. Juga karena wilayah Indonesia berada di wilayah tropis yang curah hujannya tinggi, yang disebabkan oleh gelombang atmosfer, angin muson, dan osilasi diurnal, sehingga menyebabkan banjir di berbagai tempat, khususnya jakarta.

Kita tidak bermaksud menolak itu, tetapi kalau kita berhenti sampai di sini, dengan mengenyampingkan konsep agama, yaitu dengan hanya menilai dan memandang bencana-bencana tersebut dari sisi dunia dan IPTEK semata, tidak mengaitkan dengan Allah –baik sebab, akibat maupun solusinya- maka kita termasuk kelompok pertama tadi, yaitu orang-orang yang menyombangkan diri, dan itu bukan sifat orang yang beriman (lihat QS. Al-Jatsiyah: 24). Padahal konsep agama dalam memandang bencana  ini sangat penting, tidak boleh diabaikan, karena akan membuat umat manusia introspeksi, dan memperbaiki diri.

Dan cara pandang agama kita terhadap berbagai musibah itu, diantarany adalaha:

1. Berbagai musibah itu adalah qadla (ketetapan) dan bukti kekuasaan Allah, sebagai peringatan bahwa manusia itu lemah, akalnya terbatas dan membutuhkan bantuan Allah. Coba kita perhatikan: siapa yang dapat menolak ketika Allah menjadikan Jakarta dan kota-kota lainnya terendam air banjir, daerah-daerah sekitar gunung sinabung dan kelud luluh lantah, dan tak lupa juga jalan yang menuju ke sekolah al-ma’shum ini rusak parah. Kita semua tidak dapat berbuat apa-apa ketika terjadinya. Jangankan menolak bencana tersebut, dapat menghindar untuk menyelamatkan diri sendiri saja sudah untung. Maka tidak sepantasnya kita menyombongkan diri di hadapan kekuasaan Allah dengan mengenyampingkan keimanan kita terhadap qadlaNya. Dia berfirman di dalam QS. At-Taubah [9]: 51:

قُل لَّن يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلَانَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ

Artinya: “Katakanlah: ‘Sekali-kali tidak akan menimpa Kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah pelindung Kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.”

2. Musibah (cobaan atau azab) Allah itu selalu datang secara tiba-tiba, dan manusia tidak mampu menolaknya. Allah swt berfirman di dalam QS. Al-Anbiya’: 40:

بَلْ تَأْتِيهِمْ بَغْتَةً فَتَبْهَتُهُمْ فَلا يَسْتَطِيعُونَ رَدَّهَا وَلا هُمْ يُنْظَرُونَ

Artinya: “Sebenarnya (azab) itu akan datang kepada mereka dengan sekonyong-konyong, lalu membuat mereka menjadi panik, maka mereka tidak sanggup menolaknya, dan tidak (pula) mereka diberi tangguh.”

Walaupun kontek ayat ini menjelaskan berkaitan dengan terjadinya hari kiamat, tetapi tidak ada salahnya kita mengambil korelasi dengan mushibah besar, karena mushibah besar termasuk salah satu kiamat sughra, yang juga tidak lepas dari kehendak Allah swt, yang datangnya juga selalu secara tiba-tiba, sehingga selalu menyisakan korban, baik meninggal maupun luka-luka.

3. Musibah itu bisa menimpa seluruh lapisan manusia. Ketika musibah besar menimpa, maka yang terkena musibah bukan hanya orang-orang dzalim dan berbuat maksiat saja, tetapi orang-orang beriman dan orang shaleh pun terkena juga. Allah berfirman di dalam QS. Al-Anfal [8]: 25:

وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Artinya: “Dan takutlah (jagalah) dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksa-Nya”.

Muhammad Said Tanthawi d dalam tafsir al-washitnya menjelaskan bahwa maksud dari lafadz “fitnah” di dalam ayat tersebut adalah al-‘adzab ad-dunyawi (siksaan di dunia) yang berupa mushibah, rasa sakit atau ujian yang menimpa manusia, baik yang fujur maupun yang shalehnya. Dan itu terjadi disebabkan oleh perbuatan dosa-dosa orang-orang yang fujurnya diantara mereka atau yang mengikuti dan meyakini orang-orang yang ingkar (seperti: paranormal, dukun dsb) atau menyepelekan/tidak melakukan amr ma’ruf nahi ‘anil munkar.

4. Setiap musibah itu adalah “bima kasabat aidin-nas” (sebab ulah tangan dan dosa manusia). Meski musibah merupakan qadha’ Allah, namun proses terjadinya bencana dan besarnya dampak bencana banyak dipengaruhi atau akibat ulah manusia. Allah berfirman di dalam QS. Asy-Syura: 30:

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

Artinya: “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Dan Allah memaafkan sebagian besar (kesalahan-kesalahanmu).”

Di ayat lain, yaitu QS. Ar-Rum: 41, Dia berfirman:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Nah, mengenai bima kasabat aidin-nas itu ada dua:
a) Kesalahan yang mempunyai hubungan langsung dengan terjadinya musibah, seperti: penebangan hutan secara liar dan membuang sampah ke sungai akan menyebabkan banjir dan tanah longsor dll, pengrusakan lingkungan secara massif menyebabkan terjadinya pemanasan global, perubahan musim dsb, kemudian termasuk juga pengaspalan jalan yang asal-asalan menyebabkan jalan cepat rusak, dsb.

b) Kesalahan berupa dosa. Seperti: syirik, berbagai macam kemaksiatan atau kemungkaran, seperti KKN. Ini memang tidak ada hubungan langsung dengan bencana, tetapi syirik, kemaksiatan dan kemungkaran itu mengundang murka Allah, yang bisa berupa musibah atau hilangnya berkah.

Ummu Salamah ra berkata: “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda:

إِذَا ظَهَرَتِ الْمَعَاصِى فِى اُمَّتِى عَمَّهُمُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ بِعَذَابٍ مِنْ عِنْدِهِ

Artinya: “Apabila maksiat sudah merajalela di kalangan umatku, Allah akan menurunkan siksa dari sisi-Nya kepada mereka secara merata…” (HR. Ahmad, dll. Hadits Shahih)

Jadi, ma’asyiral muslimin rahimakumullah, hadits tersebut telah menunjukan kepada kita bahwa dosa dan kemaksiatan akan menyebabkan terjadinya musibah, yang bisa berupa siksaan dan kehancuran. 

Sejarah telah membuktikan bahwa:
  • Kaum Nabi Nuh as ditenggelamkan Allah dengan banjir bah karena ingkar dan menentang ajaran Nabi Nuh `alaihi salam.
  • Kaum Nabi Hud as (kaum ‘Ad) dihancurkan Allah dengan angin topan, setelah mereka menentang Nabi Hud `alaihi salam.
  • Kaum Nabi Shaleh as (kaum Tsamud) dihancurkan Allah dengan petir yang menyambar mereka karena keingkaran mereka.
  • Kaum Nabi Luth as dihancurkan Allah dengan hujan batu yang sangat panas karena perbuatan keji mereka berupa liwath (homoseks).
  • Kaum Nabi Syueb as yang menyombongkan diri dibinasakan Allah dengan suara guntur, sehingga mereka bergelimpangan.
  • Raja Namrud dan kaumnya yang ingkar dengan dakwah Nabi Ibrahim as, bahkan mereka membakar Nabi Ibrahim, dibinasakan Allah dengan pasukan nyamuk.
  • Fir’aun dan bala tentaranya yang memusuhi dakwah Nabi Musa as, ditenggelamkan Allah di Laut Merah.
  • Qarun yang kaya raya, tapi meterialis dan pelit (kikir) ditelan bumi beserta seluruh harta kekayaannya –hingga sekarang kalau ada orang menemukan harta di dalam bumi kita sebut “menemukan harta karun”-.

Demikian seterusnya, bahwa kemaksiatan dan kekafiran akan menimbulkan bencana, siksaan dan kehancuran. Belum cukupkah bukti-bukti itu?!

Sementara di Negara kita, Indonesia, maksiat apa yang tidak ada?! Semua ada, dan semua dilakukan dengan terang-terangan, tidak ada yang tersembunyi, dari mulai pencuri sandal jepit sampai koruptor, dari mulai turis (tuurna tiris) sampai sek bebas, dai mulai pembunuh biasa sampai mutilasi, dari mulai paranormal sampai orang yang mengaku nabi juga ada, dsb.

Maka sekali lagi, tidak boleh kita menyikapi setiap bencana itu hanya dengan mengatakan, “Itu fenomena alam biasa”, “wajar”, dan sebagainya. Tidak dikaitkan dengan konsep agama. Karena ini tidak membuat orang jadi sadar dan memperbaiki diri.

C. Sikap dan tidakan kita dalam menghadapi berbagai mushibah

Ma’asyiral Muslimin rahimakumulllah..
Lalu apa dan bagaimana sikap dan tindakan kita dalam menghadapi berbagai mushibah ini?

1. Tidak merusak lingkungan, tetapi sebaliknya memakmurkannya. Karena orang yang benar-benar beriman adalah orang yang gemar memakmurkan bumi dengan menjaga dan melestarikan lingkungannya, bukan menebangi hutan untuk kekayaan pribadi misalnya, dst. Allah swt berfirman di dalam QS. Huud: 61:

هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا فَاسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٌ مُجِيبٌ

Artinya: “Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)."

Dalam konteks ayat ini Imam Zamakhsyari dalam kitab tafsir Al-Kasyaf, secara aplikatif telah mengabadikan kisah tentang raja-raja Parsi. Dimana dikisahkan bahwa raja-raja yang memerintah Parsi sepanjang pemerintahannya banyak membuat sungai dan menanam pohon sehingga mereka diberi kesempatan hidup lama oleh Allah swt seperti yang ditunjukkan oleh akar kata isti’mar atau i’mar yaitu Al-‘Umr yang berarti usia. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan dari salah seorang nabi kepada Allah: “Kenapa Engkau berbuat demikian kepada mereka? (dengan memperpanjang usia mereka)”. Allah menjawab: “Mereka telah menghidupkan bumi-Ku (dengan memakmurkannya) sehingga hamba-hamba-Ku dapat hidup dengan baik di atasnya”.

2. Bertaubat kepada Allah dan melakukan perbaikan. Yaitu dengan cara muhasabah, merenungkan kemaksiatan atau kerusakan apa yang sudah diperbuat lalu menyesalinya dan mohon ampunan kepada Allah, lalu bertekad untuk berhenti dan tidak akan mengulanginya lagi di masa datang, serta diiringi dengan melakukan berbagai perbaikan baik terkait dengan sesama atau terhadap kerusakan yang ditimbulkan olehnya. (lihat QS. Asy-Syura: 30 dan Surat ar-Rum: 41 tadi).

3. Memperbanyak istighfar kepada Allah. Karena Allah berjanji tidak akan mengadzab orang yang banyak beristighfar. Sebagaimana firman-Nya di dalam QS. Al-Anfal: 33:

وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

Artinya: “Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka sedangkan kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedangkan mereka meminta ampun.”

4. Tidak merasa aman dari azab Allah. Allah berfirman di dalam QS. Al-A’raf: 99:

أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ

Artinya: “Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak diduga-duga)? Tiada yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.”

Kalau hanya percaya dengan hasil analisis, seperti bahwa daerah yang rawan banjir hanyalah daerah yang curah hujannya sangat tinggi, seperti jakarta dan jawa barat. Atau yang terancam erupsi gunung adalah daerah sekitar gunung saja. Bagaimana dengan kasus Lumpur Lapindo Porong, gempa di bebrapa daerah Nah, jangan merasa aman… Musibah bisa menimpa siapapun..

5. Bagi setiap mukmin, berbagai musibah itu akan menjadi peringatan dan memberikan banyak pelajaran untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah, memperbanyak amal kebaikan, termasuk berbuat baik dengan alam lingkungan dan sesama umat.

6. Sabar dalam menghadapinya. Karena musibah adalah bagian dari ketentuan Allah. Menerimanya adalah keharusan bagi kita, karena ia termasuk kesempurnaan iman dan ridho kita kepada Allah sebagai Rabb. Sehingga Allah akan memberikan keberkatan yang sempurna, rahmat dan petunjuk kepada mereka (lih: QS. 2: 155-156). Disamping itu juga akan meimasukan mereka kedalam golongan orang-orang yang bertaqwa, sebagaimana firmannya di dalam QS. Al-Baqarah: 177:

وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ

Artinya: “dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa”.

7. Banyak Berdoa dan Berdzikir. Hal imi sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah kepada kita melalui salah satu sabdanya:

«مَا مِنْ عَبْدٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ: "إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِى فِى مُصِيبَتِى وَأَخْلِفْ لِى خَيْرًا مِنْهَا"، إِلاَّ أَجَرَهُ اللَّهُ فِى مُصِيبَتِهِ وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا»

Artinya: “Tidaklah seorang hamba ditimpa musibah lalu ia mengatakan, “Inna lillâhi wa innâ ilaihi râji’ûn –sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya lah kami kembali-, ya Allah berilah pahala kepadaku dalam musibahku ini, dan berilah ganti bagiku yang lebih baik daripadanya”, kecuali Allah memberinya pahala dalam musibahnya dan menggantinya dengan yang lebih baik untuknya”. (HR Muslim, Ahmad dan Ibn Majah)

Disamping itu juga hendaknya banyak berdzikir, karena dengan dzikir akan dapat menenteramkan hati orang yang sedang gelisah atau stress. Dzikir ibarat air es yang dapat mendinginkan tenggorokan di tengah terik cuaca panas. Allah berfirman (artinya): “Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS ar-Ra’du [13] : 28).

8. Hendaknya diingat bahwa musibah bagi seorang muslim itu menghapuskan dosa-dosanya. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda:

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

Artinya: “Tidaklah seorang muslim mendapatkan kelelahan, sakit, kesedihan dan kegelisahan bahkan duri yang mengenainya, kecuali Allah akan menghapuskan dengan itu dosa-dosanya.” (HR. Bukhari)

Penutup khutbah pertama

Haidirin siding jum’at rahimakumullah..
Ingatlah bahwa ketetapan Allah terkait dengan imbalan (pahala) dan hukuman (adzab) bukan hanya terjadi di akhirat saja, melainkan Allah berlakukan sejak kita hidup di dunia ini, walaupun mungkin tidak sebesar pahala atau sedahsyat adzab diakhirat kelak. Maka setiap kebaikan yang dibangun di atas dasar iman dan ketaatan kepapada Allah dan Rasul-Nya akan berakibat keberkahan hidup di dunia dan keselamatan di akhirat. Sebaliknya, setiap pelanggaran terhadap ketetapan Allah yang terkait dengan aqidah, syari’ah, akhlak, sunnatullah dan sebagainya akan berakibat kepada tidakan Allah melalui berbagai bencana yang Allah timpakan kepada manusia.

Maka sebagai Jalan Keluar dari segala musibah tersebut disamping dengan terus berusaha mengatasi dengan berbagai teori dan kebijakan yang dibantu oleh semua kalangan masyarakat, juga yang paling pokok adalah dengan mengembalikannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah menurunkan musibah, maka Dia pulalah yang Maha Bijaksana yang memberikan jalan keluar dari musibah tersebut, yaitu sebagaimana firman-Nya didalam Alquran:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى ءَامَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَاْلأَرْضِ وَلَكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan  itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. Al A’raaf: 96)

Jelas sekali, bahwa jika negeri kita ingin terhindar dari musibah bahkan diberikan keberkahan, hujannya menumbuhkan tanaman dan menyuburkan tanah, kampungnya menjadi tempat tinggal yang nyaman, aman dan tentram, jalan keluarnya adalah dengan cara kita melakukan tindakan-tindakan atau ‘amaliyah yang 6 dari 7 poin tadi, karena itu semua mengarahkan kita kepada:

الخوف من الجليل والعمل بالتنزيل والرضا بالقليل والاستعداد ليوم الرحيل

“Takut kepada Allah yang Mahaagung), (mengamalkan al Qur’an), (ridla atas pembagian rizki yang sedikit), dan (mempersiapkan diri untuk perjalanan di akhriat)”

Dan itu adalah taqwa sebagaimana yang diutarakan oleh Ali Bin Abi Thalib.


بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْر الْحَكِيْمِ، وتقبّل مني ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ من كل ذنب فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ.


Khutbah II

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ. اللهم صل وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين ومن تبعهم بإحسان الى يوم الدين.
أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ…. فَقَال تَعَالَى في القرآن العظيم بعد أعوذ بالله من الشيطان الرجيم : {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ}..

وأَيُّهَا الْمُؤْمِنُوْنَ إِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ، وَثَنَّى بِمَلاَئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، فَقَالَ تَعَالَى وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاً عَلِيْمًا: ” إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأّيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا “.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ…. وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَ تَابِعِيْهِمْ بإحسان إلى يوم الدين…

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إنك سميع قريب مجيب الدَّعَوَات…
اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَصْلِحْ وُلاَةَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَوَفِّقْهُمْ لِلْعَمَلِ بِمَا فِيْهِ صَلاَحُ اْلإِسْلاَمِ وَالْمُسْلِمِيْنَ.
اللَّهُمَّ أْجُرْنا فِى مُصِيبَتِنا وَأَخْلِفْ لِنا خَيْرًا مِنْهَا" 3x
ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار

عِبَادَالله: اِنَّ اللهَ يَأْمُرُكم بِالْعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَاِيْتَاءِذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْىِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ، فَاذْكُرُوااللهَ الْعَظِيْمِ يذكركم وَاشْكُرُوهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ. وَلَذِكْرُاللهِ اَكْبَر والله يعلم ما تصنعون.
وأقم الصلاة

* Khutbah ini pernah disampaikan di Masjid An-Nur Al-Mashum Mardiyah Cianjur

No comments:

Post a Comment