Friday 16 November 2018

Membudayakan Otokritik



Otokritik atau kritik terhadap diri pribadi atau anggota kelompok atau terhadap sesama penganut agama itu adalah kemestian, jikalau tujuannya untuk kebaikan dan perbaikan dan landasan berpijaknya/barometer benar tidaknya adalah syari'at Islam, khususnya al-Qur'an dan Hadits.

Kita sudah mengetahui bahwa setiap umat Islam diperintahkan untuk membiasakan "tanaashuh" (saling nasehat-menasehati) supaya mentaati kebenaran dan menetapi kesabaran, "ta'awun" (saling tolong-menolong) dalam kebaikan dan takwa, kita juga diperintahkan untuk menyeru sesama manusia kepada jalan Allah (menjalankan syar'iat Allah) dengan cara ajakan, memberikan contoh prilaku dan pengajaran serta diskusi dan debat yang baik dan relevan dengan dengan situasi dan kondisi juga perkembangan zaman, ditambah lagi dengan anjuran Rasulullah saw. agar kita menyampaikan ajarannya walapun sedikit.

Maka akan menjadi heran apabila ada orang atau kelompok yang menyuruh orang atau kelompok lain untuk diam atau tidak berkomentar apapun terhadap suatu sikap atau ucapan atau perbuatan yang disinyalir tidak mencerminkan suatu "al-haq" atau "al-birr" (kebaikan), dengan dalih karena hal tersebut keluar dari dirinya atau kelompoknya.

Bahkan lebih mengherankan lagi, kalau pernyataan itu datang dari seorang muslim yang profesinya pengajar, atau bahkan dari seorang yang sudah menjadi seorang ustadz.

Padahal kan "kesalahan/penyimpangan" itu timbangannya objektifitas syari'at Islam, bukan subjektifitas pandangan sendiri atau kelompok semata, apalagi budaya otokritik ini adalah salah satu ciri khas Para Nabi dan Rasul, dimana ketika ada diantara anggota keluarga mereka yang salah, mereka langsung menindaknya sesuai dengan syari'at Allah, sehingga kita mengenal ada beberapa sosok pembangkang dari kalangan keluarga mereka yang diabadikan di dalam qishah/riwayat yang shahih, baik dari kalangan anak-anak, istri, ayah dan kerabat dekat mereka.

Sebagai salah satu contoh ketegasan komitmen mereka dalam menjalankan otoktitik dengan tujuan kebaikan dengan berlandaskan syari'at Allah adalah pernyataan Rasulullah saw. yang terkenal: "Jikalau anaku Fatimah mencuri, maka akan aku potong tangannya".

Oleh karena itu, mari budayakan otokritik seperti ini; bukan saling menyalahkan dengan cara debat kusir, apalagi saling menyalahkan dengan lebih mengedepankan pandangan subjektifitas pribadi atau kelompok daripada pandangan objektifitas syari'at Allah... 




No comments:

Post a Comment