Sunday, 20 September 2020

Apakah moral dan akhlak bangsa mengalami degradasi secara umum?


Apakah para bapak dan ibu, saudara/i sekalian merasakan semakin kencangnya degradasi moral bangsa secara umum, sehingga berujuang pada kehidupan masyarakat yang semakin menjauh dari nilai-nilai moral dan akhlak di semua kalangan, dari mulai anak-anak sampai orang tua, dari mulai anggota masyarakat yang kurang pengajaran sampai yang terpelajar, bahkan dari mulai rakyat kecil sampai pejabat, sehingga tak jarang pernyataan dan prilaku beberapa pejabat begitu kontrovesi, bahkan secara langsung ataupun tidak hal itu berpengaruh terhadap beberapa kebijakan yang dianggap kontroversi juga? 

Apa kira-kira penyebab utamanya menurut para anda semua? 

Apakah salah satu penyebab utamanya karena dari segi pendidikan dan pengajaran yang kurang peduli terhadap permasalahan degradasi moral dan akhlak tersebut? 

Padahal sebagaimana kita ketahui kalau dilihat dari segi UUD Tahun 1945 pasal 31 ayat (3) ditegaskan bahwa Pemerintah harus mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.

Relevan tidaknya Sertifikasi Da'i itu berbanding lurus dengan alasan dan tujuan di baliknya

 

Jikalau alasannya objektif dan proporsional, dan tujuannya untuk kemashlahatan universal; bukan parsial, serta untuk kepentingan bersama; bukan kelompok/pihak tertentu, maka kemungkinan besar wacana sertifikasi tersebut dapat diterima oleh mayoritas umat Islam.

Tetapi sebaliknya apabila alasannya itu subjektif dan tidak proporsioanl, yaitu dengan memandang sebelah mata sebagian aktifitas dakwah dikategorikan gerakan radikal dan intoleran sebagai benih dari terorisme. Lalu tujuan sertifikasi itu untuk meredam dan meluruskan beberapa gerakan dakwah yang dianggap intoleran dan radikal tersebut. Maka yang muncul adalah penolakan dari berbagai kalangan.

Penolakan tersebut sangatlah wajar, karena beberapa hal, diantaranya:

Thursday, 26 March 2020

Benarkah kewajiban shalat berjamaah dan shalat jum'at tidak gugur dalam kondisi perang militer yang sangat mencekam, sehingga kewajiban keduanya tidak gugur juga dalam kondisi penyebaran covid 19 di zona merah?


Diantara pernyataan  yang dijadikan landasan untuk memilih tetap melaksanakan shalat berjama'ah dan jum'ah ketika berada di wilayah zona merah penyebaran virus corona adalah suatu pendapat yang mengatakan bahwa:

"Kewajiban shalat berjamaah dan shalat jumat tidak gugur dalam kondisi perang militer yang sangat mencekam. Bagaimana mungkin kewajiban itu bisa gugur hanya karena kekhawatiran yang belum pasti."
Pendapatnya ini di dasarkannya pada QS. An-Nisa (4): 102

《...وَإِذا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلاةَ فَلْتَقُمْ طائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ》

Artinya: "Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu), lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) besertamu... "

Monday, 23 March 2020

Apakah diperbolehkan meninggalkan shalat berjama'ah dan jum'at di masjid, juga menutup masjidnya di wilayan zona merah penyebaran wabah?


(Disarikan oleh Nabil Abdurahman dari beberapa sumber dan fatwa para ulama)

Berikut ini adalah beberapa keterangan terkait diperbolehkannya meninggalkan shalat berjama'ah dan shalat jum'at di masjid, serta menutup masjidnya ketika suatu wilayah telah ditetapkan sebagai zona merah penyebaran wabah yang tidak terkendali dan tak terdeteksi secara secara menyeluruh

A. Keterangan terkait isyarat diperbolehkannya memilih berdiam diri di rumah dan tidak melaksanakan shalat berjama'ah dan jum'at di masjid di wilayah zona merah penyebaran wabah

1. Keterangan berupa isyarat yang dapat kita fahami dari beberapa hadits Rasulullah Saw., diantaranya:

a. Keumuman hadits anjuran untuk berdiam diri di rumah selama ada penyebaran wabah:

عَنْ عَائِشَةَ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا-، أَنَّهَا قَالَتْ : سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الطَّاعُونِ، فَأَخْبَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " أَنَّهُ كَانَ عَذَابًا يَبْعَثُهُ اللَّهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ، فَجَعَلَهُ رَحْمَةً لِلْمُؤْمِنِينَ، فَلَيْسَ مِنْ رَجُلٍ يَقَعُ الطَّاعُونُ، *فَيَمْكُثُ فِي بَيْتِهِ صَابِرًا مُحْتَسِبًا* يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا يُصِيبُهُ إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ، إِلَّا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ الشَّهِيدِ ".

Dari Aisyah ra., bahwasanya dia berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang wabah (tha'un), maka Rasulullah Saw. mengabarkan kepadaku:
"Bahwasannya wabah (tha'un) itu adalah adzab yang Allah kirim kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah jadikan sebagai rahmat bagi orang-orang beriman. Tidaklah seseorang yang ketika terjadi wabah (tha'un) *dia tinggal di rumahnya, bersabar dan berharap pahala (di sisi Allah)* dia yakin bahwasanya tidak akan menimpanya kecuali apa yang ditetapkan Allah untuknya, maka dia akan mendapatkan seperti pahala syahid".