Diterjemahkan dan disarikan oleh:
Nabil Abdurahman
Diantara adab-adab seputar masjid menurut Said Sabiq di dalam Kitab Fiqih Sunnahnya adalah sebagai berikut:
1. Berdo’a ketika hendak menuju Masjid
Disunahkan bagi siapa yang hendak menuju masjid agar berdoa sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah saw. di dalam beberapa haditsnya, diantarnya hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas “Bahwasanya Nabi saw. (apabila) ia keluar (rumah) untuk pergi shalat (di masjid), beliau senantiasa mengucapkan do’a:
اللَّهُمَّ اجْعَلْ فِي قَلْبِيْ نُوْراً وَفِي لِسَانيِ نُوْرًا، وَاجْعَلْ فِي سَمْعِي نُوْرًا، وَاجْعَلْ فِي بَصَرِي نُوْرًا، وَاجْعَلْ مِنْ خَلْفِيْ نُوْرًا، وَمِنْ أَمَامِي نُوْرًا، وَاجْعَلْ مِنْ فَوْقِي نُوْرًا وَمِنْ تَحْتِي نُوْرًا، اللَّهُمَّ أَعْطِنِي نُوْرًا
Artinya: “Ya Allah, jadikanlah cahaya di dalam hatiku dan pada lisanku, dan jadikanlah cahaya pada pendengaranku, dan jadikanlah cahaya dari belakangku dan dari depanku, dan jadikanlah cahaya dari atasku dan dari bawahku. Ya Allah, anugerahilah aku cahaya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
2. Berdo’a ketika masuk dan keluar Masjid, seraya mendahulukan kaki kanan ketika masuk dan kaki kiri ketika keluar
Disunahkan bagi siapa yang ingin memasuki masjid agar mendahulukan kaki kanan seraya berdo’a:
أَعُوذُ بِاَللَّهِ الْعَظِيمِ وَبِوَجْهِهِ الْكَرِيمِ وَبِسُلْطَانِهِ الْقَدِيمِ مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ. بسم الله، اللهم صل على محمد، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ذُنُوبِي وَافْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِك
Artinya: “Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Agung atas keridhaan-Nya Yang Maha Mulya dan kekuasaan-Nya Yang Paling Dahulu, dari godaan setan yang terkutuk. Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah limpahkanlah salawat kepada Muhammad saw. Ya Allah ampunilah dosa-dosaku dan bukakanlah bagiku pintu-pintu rahmat-Mu”
Sedangkan ketika hendak keluar Masjid disunahkan mendahulukan kaki kiri seraya berdo’a:
بسم الله: اللهم صل على محمد: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ذُنُوبِي وَافْتَحْ لِي أَبْوَابَ فَضْلِك: اللّهم اعْصِمْنِيْ مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيْم
Artinya: “Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah limpahkanlah salawat kepada Muhammad saw. Ya Allah ampunilah dosa-dosaku dan bukakanlah bagiku pintu-pintu karunia-Mu. Ya Allah peliharalah aku dari godaan setan yang terkutuk”
Adapaun diantara keutamaan pergi ke Masjid dan duduk di dalamnya adalah sebagaimana di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra.:
أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: « مَنْ تَطَهَّرَ فِى بَيْتِهِ ، ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ تَعَالَى فَيَقْضِى فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خُطُوَاتُهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً ، وَالأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً »
Artinya: “Bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: “Siapa yang bersuci di rumahnya, kemudian ia pergi ke salah satu Rumah Allah (masjid) untuk menunaikan salah satu kewajiban Allah swt., maka salah satu langkah kakinya mengurangi/menghapus kesalahannya, dan langkah kaki lainnya mengangkat derajatnya”. (HR. Muslim).
Di dalam hadits lainnya yang diriwayatkan oleh Abu Darda dikatakan:
أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: « الْمَسْجِدُ بَيْتُ كُلِّ تَقِيٍّ ، وَتَكَفَّلَ اللَّهُ لِمَنْ كَانَ الْمَسْجِدُ بَيْتَهُ بِالرُّوحِ وَالرَّحْمَةِ وَالْجَوَازِ عَلَى الصِّرَاطِ إلَى رَضْوَانِ اللَّهِ إلَى الْجَنَّةِ »
Artinya: “Bahwa sesungguhnya Nabi saw. Bersabda: “Masjid itu adalah tempatnya setiap orang yang bertaqwa, dan Allah menjamin bagi siapa yang menjadikan masjid sebagai rumahnya dengan jaminan berupa rasa ketenangan/kenyamanan, rahmat dan izin perjalanan menuju keridhaan Allah: (yakni) masuk surga”.
3. Melaksanakan shalat tahiyyatu al-masjid sebanyak dua rakaat saat memasuki sebuah masjid dan sebelum duduk
Dalam sebuah hadits dari riwayat Abu Qatadah dinyatakan:
أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: « إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلْيُصَلِّ سَجْدَتَيْنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَجْلِسَ »
Artinya: “Bahwasanya Nabi saw. bersabda: “Apabila salah seorang di antara kalian masuk masjid, maka hendaklah shalat dua rakaat sebelum ia duduk”. (HR. Jama’ah)
4. Membersihkan Masjid dan menjadikannya berbau harum
Dalam salah satu riwayat Ahmad, Abu Daud, At-tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dengan sanad baik dikatakan:
عن عائشة: « أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِبِنَاءِ الْمَسَاجِدِ فِي الدُّورِ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُنَظَّفَ وَتُطَيَّبَ »
Artinya: “Dari ‘Aisyah ra: "bahwasanya Nabi saw. telah memerintahkan untuk membangun masjid-masjid di beberapa daerah, dan memerintahkan juga agar masjid-masjid itu dibersihkan dan dijadikan berbau harum”.
5. Memelihara Masjid dari kotoran-kotoran dan bau-bauan yang tidak sedap
Dalam riwayat Muslim disebutkan:
أن النبي صلى الله عليه وسلم: « إن هذه المساجد لا تصلح لشئ من هذا البول ولا القذر، إنما هي لذكر الله وقراءة القرآن »
Artinya: “Bahwasanya Nabi saw. bersabda: “Sesunggunya masjid-masjid ini tidaklah patut untuk sesuatu yang seperti kencing dan kotoran ini, karena ia adalah tempat untuk berdzikir kepada Allah dan membaca al-Qur’an”.
Dalam hadits lain dari riwayat Jabir ra. dikatakan:
أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: « مَنْ أَكَلَ الثُّومَ وَالْبَصَلَ وَالْكُرَّاثَ فَلا يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا ، فَإِنَّ الْمَلائِكَةَ تَتَأَذَّى مِمَّا يَتَأَذَّى مِنْهُ بنو آدم »
Artinya: “Bahwasanya Nabi saw. bersabda: “Barangsiapa yang memakan bawang putih, bawang merah dan bawang kucai maka janganlah mendekati masjid kami, karena sesungguhnya Malaikat akan merasa terganggu sebagaimana merasa terganggunya anak adam (manusia)”.
6. Dimakruhkan berjual-beli dan mengumumkan kehilangan barang di Masjid
Dalam hadits riwayat Abu Hurairah dikatakan:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَنْ سَمِعَ رَجُلاً يَنْشُدُ ضَالَّةً فِى الْمَسْجِدِ فَلْيَقُلْ : لاَ رَدَّهَا اللَّهُ عَلَيْكَ ، فَإِنَّ الْمَسَاجِدَ لَمْ تُبْنَ لِهَذَا »
Artinya: “Rasulullah saw. telah bersabda: “Barangsiapa yang mendengar seseorang mengumumkan kehilangan barangnya di masjid, maka katakanlah kepadanya: “Allah tidak mengembalikan barangmu yang hilang, karena sesungguhnya masjid-masjid itu tidak dibangun untuk kepentingan ini”. (HR. Muslim).
Dalam hadits lain dari riwayat Abu Hurairah ra. juga dikatakan:
أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: « إِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَبِيعُ أَوْ يَبْتَاعُ فِى الْمَسْجِدِ فَقُولُوا لَه: لاَ أَرْبَحَ اللَّهُ تِجَارَتَكَ »
Artinya: “Bahwasanya Nabi saw. bersabda: “Apabila kalian melihat orang yang menjual atau membeli sesuatu di dalam masjid, maka katakanlah kepadanya: “Allah tidak memberi keuntungan bagi perniagaanmu”. (HR. An-Nasa’I dan At-Tirmidzi serta derajat haditsnya dilabeli “hasan”)
7. Tidak bertanya tentang suatu hal kepada orang lain di dalam masjid, kecuali dalam keadaan darurat
Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Ibnu Taimiyah bahwa hukum asal dari bertanya di dalam masjid adalah haram, kecuali dalam keadaan darurat atau bertanya tentang sesuatu yang tidak mengganggu orang lain dan bukan tentang kebohongan serta tidak dengan suara keras yang dapat mengganggu orang lain.
8. Dilarang menyaringkan suara yang dapat mengganggu orang yang sedang shalat di dalam masjid walaupun itu bacaan al-Qur’an, kecuali ketika sedang belajar ilmu.
Dalam suatu hadits riwayat Abu Said al Khudri ra. dikatakan:
أن النبي صلى الله عليه وسلم اعْتَكَفَ فِى الْمَسْجِدِ فَسَمِعَهُمْ يَجْهَرُونَ بِالْقِرَاءَةِ فَكَشَفَ السِّتْرَ وَقَالَ : « أَلاَ إِنَّ كُلَّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ فَلاَ يُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا وَلاَ يَرْفَعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِى الْقِرَاءَةِ »
Artinya: “Bahwasanya Nabi saw. sewaktu beri’tikaf di masjid, beliau mendengar manusia mengeraskan suara ketika membaca Al Quran, maka dia membuka tirai dan bersabda: “ Ketahuilah sesungguhnya setiap kalian ini bermunajat kepada Rabbnya, maka jangan kalian saling mengganggu satu sama lain, dan jangan saling tinggikan suara kalian dalam membaca Al Quran”. (HR. Abu Daud, An-Nasa’i Al-Baihaqi dan Al-Hakim dan ia mengatakan: isnadnya shahih sesuai syarat syaikhan/Bukhari-Muslim).
9. Diperbolehkan berbicara di dalam masjid selama pembicaraannya tentang perkara-perkara yang diperbolehkan dibicarakan oleh syar’i, termasuk perkara-perkara keduniaan, walaupun itu diselingi dengan tawa
Dalam suatu hadits riwayat Jabir Bin Samrah ra. dikatakan:
« كان رسول الله صلّى الله عليه وسلم لا يقوم من مصلاه الذي صلى فيه الصبح حتى تطلع الشمس فإذا طلعت قام، وقال: وكانوا يتحدثون، فيأخذون في أمر الجاهلية، فيضحكون ويبتسم »
Artinya: “Suatu ketika Rasulullah saw. tidak beranjak dari tempat yang dipakai shalat subuh olehnya sampai terbit matahari, ketika matahari terbit barulah ia beranjak. Jabir berkata: “Pada saat itu orang-orang (yang ada di dalam masjid) sedang membicarakan tentang permasalahan di jaman jahiliyah (sebelum masuk islam) sampai mereka tertawa dan tersenyum”.
10. Diperbolehkan tidur, makan dan minum di dalam masjid
Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa Ibnu Umar pernah berkata:
« كُنَّا فِى زَمَنِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَنَامُ فِى الْمَسْجِدِ نَقِيلُ فِيهِ وَنَحْنُ شَبَابٌ »
Artinya: “Pada zaman Rasulullah saw. kami tidur di dalam masjid pada waktu qailulah, dan ketika itu kami masih muda”.
Di dalam riwayat lain dikatakan bahwa Abdullah Bin Harits pernah berkata:
« كُنَّا نَأْكُلُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَسْجِدِ الْخُبْزَ وَاللَّحْمَ »
Artinya: “Pada zaman Rasulullah saw. kami makan roti dan daging di dalam masjid”. (HR. Ibnu Majah dengan sanad “hasan”)
11. Dimakruhkan ber-tasybik pada saat hendak menuju masjid dan di dalam masjid ketika sedang menunggu shalat. Adapun selain itu, seperti setelah melaksanakan shalat, maka tidak dimakruhkan walaupun sedang di dalam masjid
Ber-tasybik maksudnya adalah menjalinkan jari jemari tangan yang satu ke jari jemari tangan yang satunya lagi. Dalam hadits riwayat Ka’ab ra. dikatakan:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَأَحْسَنَ وُضُوءَهُ ثُمَّ خَرَجَ عَامِدًا إِلَى الْمَسْجِدِ فَلاَ يُشَبِّكَنَّ يَدَيْهِ فَإِنَّهُ فِى صَلاَةٍ »
Artinya: “Rasulullah saw. bersabda: “Apabila salah seorang diantara kalian berwudlu dengan sebaik-baik wudlu, kemudian pergi menuju masjid; maka janganlah ia ber-tasybik (menjalinkan jari-jemarinya), karena sesungguhnya ia (terhitung seperti) sedang shalat”. (HR. Ahmad, Abu Daud dan At-Tirmidzi)
12. Dimakruhkan bagi makmun melaksanakan shalat diantara dua tiang, karena hal itu dapat memutuskan shaf. Tetapi kalau dalam keadaan sempit, begitu juga ketika sedang munfarid (sendiri) atau bagi seorang imam, maka itu tidak dimakruhkan
Diriwayatkan dari Anas Bin Malik bahwa ia pernah berkata:
« كنا نُنهَى عن الصلاة بين السواري، ونُطرد عنها »
Artinya: “Dahulu kami dilarang melaksanakan shalat diantara dua tiang, dan kami diusir dari tiang-tiang tersebut”. (HR. Hakim dan ia menshahihkannya)
Sa’id Bin Mansur didalam Sunannya meriwayatkan bahwa Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Abbas dan Hudzaifah juga melarang hal itu.
Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Ibnu Umar pernah berkata:
« أن النبي صلّى الله عليه وسلّم لَمّا دخل الكعبة صلى بين الساريتين »
Artinya: “Bahwasanya Nabi saw. ketika memasuki Ka’bah, Beliau melaksanakan shalat (munfarid) diantara dua tiang”.
Sumber rujukan:
الكتاب : فقه السنة
المؤلف : سيد سابق (المتوفى : 1420هـ)
مصدر الكتاب : المكتبة الشاملة
الصفحة: 246-253/ المجلد الأول
No comments:
Post a Comment